Bermimpi
tentangmu lagi, tentang wajahmu, tentang rambutmu, tentangsenyummu,
tentang bibirmu yang mengerut yang aku tahu rasanya.
Kau tidak banyak berubah, masih percaya hujan punya nyawa
Masih suka bercerita tentang dirimu. Yang cemburunya masih suka menyala.
Tatapanmu masih ada cinta. Bahu mu masih hangat seperti dulu, disitu biasanya aku suka dipeluk karena aku percaya pelukanmu selalu menyembuhkanku. Bahkan luka selama bertahun-tahun pun pulih. Kau akan memeluku lama, mengelus-elus punggungku.
Dan aku selalu suka, kau oun melakukan hal yang sama dalam mimpiku.
"Aku kangen" ucapku.
Kau tidak membalas ucapanku tapi aku bisa melihat senyum khas di wajahmu. Ku pejamkan mataku, mendengarkan bunyi detak jantungmu dan jantungku menyatu.
Desahan nafas naik turun milik kuta berdua membumbung pelan di udara. Terasa sesak. Apakah karena ruangan yang sempit atau karena hati kita sama-sama penuh.
Sementara diluar hujan. Kau percaya hujan punya nyawa bahkan bisa bicara.
Waktu itu kau pernah iseng berkata ” Bersama mu selalu hujan.”
Hanya itu yang terdengar disela-sela pelukan.
Aku melihat wajah bingungmu tapi itulah dirimu, manusia yang penuh dengan keindahan. Termasuk pemikiran-pemikiran abstrak yang selalu bikin aku jatuh cinta.
Masih hanyut dalam pelukan. Kali ini ada sesuatu yang basah, hangat menyeluruh jatuh ke bahu. Mungkin itu air mata. Air mata siapa? Aku tak tahu. Demi tuhan! Kalau itu adalah air mataku, aku hendak mengutuk diriku sendiri dalam hati. Aku sudah berjanji tidak akan menangis, apalagi di depan matamu karena aku punya gengsi. Aku punya harga diri.
Tapi bahkan aku sendiri tidak berani membuka mata ku. Aku takut melihat air mataku sendiri. Kau mengerti perasaanku, sesaat pelukanmu bertambah erat. Aku mulai gemetar. Tubuhku terguncang perlahan.
Mungkin karena air mata yang keluar semakin banyak. Di luar hujan berbunyi, aku hendak lari kehujan saja supaya kau tidak melihat mataku yang basah, pikirku.
Tidak bisa ! Pelukan mu masih erat. Aku masih ingin hanyut.
Ku coba berkata-kata sayangnya tak ada satu pun kata yang keluar dari bibirku. Aku mencoba membuka mulutku tapi tak bisa. Seperti ada gembok besar. Terkunci. Dalam keadaan seperti ini aku ingin menciummu. Mungkin ini satu-aatunya jalan pikiranku. Aku menarik tubuhku pelan dari pelukanmu, pelan sekali. Tak ingin jauh dari hangat tubuh dan nafasmu yang masih naik turun.
Kau tidak banyak berubah, masih percaya hujan punya nyawa
Masih suka bercerita tentang dirimu. Yang cemburunya masih suka menyala.
Tatapanmu masih ada cinta. Bahu mu masih hangat seperti dulu, disitu biasanya aku suka dipeluk karena aku percaya pelukanmu selalu menyembuhkanku. Bahkan luka selama bertahun-tahun pun pulih. Kau akan memeluku lama, mengelus-elus punggungku.
Dan aku selalu suka, kau oun melakukan hal yang sama dalam mimpiku.
"Aku kangen" ucapku.
Kau tidak membalas ucapanku tapi aku bisa melihat senyum khas di wajahmu. Ku pejamkan mataku, mendengarkan bunyi detak jantungmu dan jantungku menyatu.
Desahan nafas naik turun milik kuta berdua membumbung pelan di udara. Terasa sesak. Apakah karena ruangan yang sempit atau karena hati kita sama-sama penuh.
Sementara diluar hujan. Kau percaya hujan punya nyawa bahkan bisa bicara.
Waktu itu kau pernah iseng berkata ” Bersama mu selalu hujan.”
Hanya itu yang terdengar disela-sela pelukan.
Aku melihat wajah bingungmu tapi itulah dirimu, manusia yang penuh dengan keindahan. Termasuk pemikiran-pemikiran abstrak yang selalu bikin aku jatuh cinta.
Masih hanyut dalam pelukan. Kali ini ada sesuatu yang basah, hangat menyeluruh jatuh ke bahu. Mungkin itu air mata. Air mata siapa? Aku tak tahu. Demi tuhan! Kalau itu adalah air mataku, aku hendak mengutuk diriku sendiri dalam hati. Aku sudah berjanji tidak akan menangis, apalagi di depan matamu karena aku punya gengsi. Aku punya harga diri.
Tapi bahkan aku sendiri tidak berani membuka mata ku. Aku takut melihat air mataku sendiri. Kau mengerti perasaanku, sesaat pelukanmu bertambah erat. Aku mulai gemetar. Tubuhku terguncang perlahan.
Mungkin karena air mata yang keluar semakin banyak. Di luar hujan berbunyi, aku hendak lari kehujan saja supaya kau tidak melihat mataku yang basah, pikirku.
Tidak bisa ! Pelukan mu masih erat. Aku masih ingin hanyut.
Ku coba berkata-kata sayangnya tak ada satu pun kata yang keluar dari bibirku. Aku mencoba membuka mulutku tapi tak bisa. Seperti ada gembok besar. Terkunci. Dalam keadaan seperti ini aku ingin menciummu. Mungkin ini satu-aatunya jalan pikiranku. Aku menarik tubuhku pelan dari pelukanmu, pelan sekali. Tak ingin jauh dari hangat tubuh dan nafasmu yang masih naik turun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar