Selasa, 17 Desember 2013

Warisan Sabar dari Ayah dan Air Mata dari Ibu


Aku terlahir dari keluarga sederhana, kedua orangtuaku tak pernah mengajarkan ku untuk hidup mewah dan belajar kaya. Kami Selalu diajar untuk belajar mandiri, dan sabar. 
Hingga pada diakhir pengajaran itu, aku harus diuji oleh Tuhan. Allah SWT.
Atas semua ilmu sabar kedua orang tuaku. Ya, perceraian itu bukan saja telah menghancurkan mimpi kecilku, keluargaku tapi juga sedikit menggusik gangguan mentalku.
Sabar ? yaa Cuma itu yang ku punya. Punya ilmu sabar.
Sejak SD kelas 1 sampai kelas 5 aku diasuh oleh nenek dan Orang tuaku tinggal di luar kota. Sejak kecil aku sudah belajar mandiri tanpa orangtua, aku mendapat beasiswa setiap tahunnya, ayah dan ibu hanya mengirim  jajan  sekolah dan  biaya  saat  lebaran tiba. Bertemu  mereka pun hanya setahun sekali, bahkan mungkin 2 tahun sekali.
Naik kelas 6 orang tuaku kembali, aku tinggal  bersama mereka dan kedua adik ku, merasakan punya keluarga seperti teman teman sebayaku , bahagia penuh suka duka. Sebuah perselisihan diantara orang orang dewasa , ayah-ibu-nenek-dan saudara ibu. Ntah apa yang terjadi , aku masih sangat sulit mengerti dan harus keluar dari rumah ini, tempat kelahiranku dan tempat aku besar , meninggalkan nenek, perpisahan itu berlangsung lebih dari 3 tahun. Dan apa yang bisa kulakukan ? aku hanya bocah ingusan yang tak bisa berbuat apa apa. Jika sedih menangis dan jika senang tertawa. Itu kehidupanku. Aku tak tahu mengapa bisa begini, berada dalam keluarga yang rumit.
Kami hanya tinggal di sebuah ruangan , istana kecilku, bilik kecilku kamar yang hanya berukuran 3x4 kami tinggali selama 3 tahun di sebuah rumah besar. Disini, seorang Ayah membangun sebuah keluarga baru kami. Penuh dengan hinaan dari banyak saudara, sindiran, dan semua cobaan yang membuat aku dan adik adikku semakin kuat. Pelajaran hidup yang sangat berharga yang tak mungkin ku dapat dari  sekolah manapun. Ayah dan Ibu mulai berusaha bekerja sebagai wirausaha tepatnya berjualan sepatu dan sandal di sebuah kios kecil seukuran kamar kami, di pasar impress tak jauh dari rumah. Dari sini semua berawal dari sini kehidupan kami, merintisnya mulai dari nol , Aku Ayah Ibu dan kedua adikku. Tak mudah sampai pada tahan ini, hingga penghasilan dari kios itu bisa membawa kami pindah dari bilik kecil di sebuah loteng besar di rumah ini. Kami pindah saat aku duduk di bangku 3 SMP.
Yaa Allah , semoga rumah baru ini adalah rezeki baru untuk kami, terimakasih untuk semua nikmatmu ya Allah. Puji syukur dengan segala nikmat dan rezeki tak sampai 1 tahun kami pindah rumah lagi dan pindah kiosk e tempat yang lebih baik . Sebuah toko di pinggir jalan tepat di depan Pasar Impres. Aku sangat bahagia, dulunya dari kios kecil sekarang bisa sebesar ini. Aku mulai belajar berjualan dari ayah lalu ibu pun menambahi dan mengasah kemampuan kami. Aku dan Adikku perempuan mulai belajar menbantu perekonomian . Hanya ini harta kami, lembaran kain dan patung patung plastic sebagai penghias di toko ini.
Setahun berlalu, terlihat kemajuan pesat untuk usaha kami.Dari sini kami dapat rezeki lagi dari Allah, Alhamdulillah dari sebuah bilik kecil lalu kontrakan dan sekarang Ibu dan Ayah mampu memberikan rumah nyaman kecil dan sederhana punya kami. Semakin bahagian keluarga kami, lengkap ku rasa kebahagiaan ini, keakraban yang hanya kami bangun dari hal hal sederhana. Semakin tinggi pohon semakin kuat angin yang menerpa, begitu pepatah dulu, harga kios melambung tinggi tak sesuai dengan penghasilan yang kami dapat dan Ibu harus memilih pindah, kami di usir dari tempat ini. Ibu menjual rumah dan berusaha untuk berfikir kedepannya. Menguatkan segala hati dan fikiran kesatu tujuan. Membeli rumah seharga 400 juta, sunggu kami tak mampu ya Allah, hanya engkau yang tahu kami, hanya engkau yang bisa membantu kami. Ibu dan Ayah berusaha keras mencari pinjaman kesana kemari, menambahi uang rumah dan ibu akhirnya membeli rumah itu, meski dengan bantuan pihak bank. Terimakasih ya allah. Sekarang punya toko besar dan rumah besar.
Dan masalah besar. Aku mulai beranjak naik ke kelas 3 SMK. Kehidupan yang sangat indah meski kami harus putar otak bagaimana membayar semua hutang di bank selama 10 tahun ini. Ini deposito kata ibu, masa depan untuk kami anaknya. Ibu memang luar biasa, ia berani mengambil resiko. Ibu hanya tamatan SMA tapi pemikiran dan kekuatannya melebihi sarjana . Ibu ku wanita kuat titipan Allah buat kami jaga dan kami cintai.
Aku tak tahu bagaimana memulai ceritanya, hingga hari hari buruk mulai menerpa kami, kekacauan, dan kehancuran keluarga kecilku, pertengkaran setiap hari, emosi di setiap sudut rumah. Aku tak pernah menginginkan ini, aku bahagia dengan bilik kecilku, dan aku sungguh sangat membenci kamar baruku kamar tempat aku menangis dan hatiku berteriak pedih, kamar besar di rumah besar ini. Aku rela Engkau ambil ini semua yaa Allah , tapi kembalikan keluarga kecilku, kembalikan Ayah dan Ibuku, aku hanya ini kebahagiaan kecil , rezeki kecil yang dapat kami nikmati dengan sederhana.
Hingga aku merasakan menjadi anak Brokenhome, mereka benar bercerai. Aku ibu kedua adikku dan ayah, kini tinggal kenangan. Hanya airmata yang dapat menggambarkan rasa nya. Ada yang pernah tahu bagaimana perjuangan kami sampai sini jawabnya tak pernah ada pada manusia manapun, hanya Allah yang punya jawaban dari setiap masalah manusia dan alamnya.  Aku tak mengerti dan tak akan pernah mau mengrti alasan mereka bercerai tapi aku harus menerimanya. Menerima dengan sabar, kembali pada ilmu sabar yang di wariskan Ayah . Airmata yang di wariskan ibu kami. Itu lah yang kami punya, rasa sedih dan kecewa yang tak bisa terbaca siapapun tak bisa di lukiskan dengan tinta apapun, hingga warna hitam sekalipun tak bisa menyamai rasa pedih itu.
Yaa Allah kuatkan kami, jadikan kami manusia yang sabar, ikhlas atas setiap ujian yang engkau berikan. Bissmillah.
Lulus dengan nilai danem 7.5 menjadi peringkat kedua teringgi di SMK tempat ku menimba ilmu. Dan pilihan tidak kuliah akhirnya ku terima setelah banyaknya pertimbangan biaya, dan factor X yang akhirnya mengurungkan niatku untuk melanjut kuliah dan memilih untuk tetap menbantu berjualan di toko ini dan kini ibu membukan café kecil di pinggiran pandai. Sedangkan ayah? Entah dimana dia? Berkelana kesana kemari, semoga Allah selalu melindungi Ayah di setiap langkahnya dan memberikan kesehatan beserta rezeki halal untuk Ayah . Amiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar